Pemikiran Kalam Khawarij
1.
Pengertian dan Penisbatannya
Al-Khawarij
adalah bentuk jama' dari khariji (yang keluar). Nama khawarij diberikan kepada
golongan yang keluar dari jama'ah Ali di waktu Ali menerima tahkim dari
Mu'awiyah dalam pertempuran Shiffin. Mereka dinamakan juga Syura, karena mereka
menganggap diri mereka telah mereka jual kepada Allah. Dan disebut juga
Haruriyah karena mereka pergi berlindung ke suatu kota kecil dekat Kufah yang
bernama Harura. Mereka juga disebut sebagai Muhakkimah, karena selalu menggunakan
semboyan La Hukma Illa Lillah.
Secara
historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Fatawa, “Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.”
2.
Latar Belakang Kemunculannya
Perang
Shiffin yang terjadi antara golongan pendukung Ali bin Abi Thalib dengan
golongan Mu'awiyah bin Abi Sufyan di lembah Saffain, melatar belakangi
munculnya kelompok Khawarij. Tahun 37 H Gubernur Syiria, Mu'awiyah memberontak
pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Latar belakang pemberontakan terjadi karena
pemecatan Mu'awiyah sebagai gubernur dan menuntut balas atas kematian Utsman
bin Affan. Kematian Utsman disebabkan oleh kelompok Qura' dalam sengketa tanah
di wilayah Sasaniah Kufah.
Sebelum
peperangan meletus, Ali mengutus Jarir ibn Abdillah al-Bajuli untuk berunding
dengan Mu'awiyah. Namun, perundingan tersebut tidak berhasil mencegah
terjadinya perang, karena tuntutan Mu'awiyah terlalu berat untuk dipenuhi Ali.
Mereka menuntut dua hal, yang pertama ektradisi dan penghukuman bagi pelaku
pembunuhan Amir al-Mu'minin Utsman bin Afan, yang kedua adalah pengunduran diri
Ali dari jabatan khalifah kemudian dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah
yang baru.
Untuk
kedua kalinya Ali mengirim kembali juru runding yang terdiri dari Syabats
ibn'Aibi al-Yarbu'i at-Tamimi, 'Ali ibn Hatim at-Tha'i, Yazid ibn Qais
al-Arhabi, dan Ziyad ibn Khasafah at-Taimi, untuk berubding denan Mu'awiyah,
tetapi perundinganpun gagal.
Ketika
kubu Mu'awiyah di ambang kekalahan, Mu'awiyah menyuruh tentaranya supaya
mengangkat Mushaf atas ujung lembing dan meminta agar menyerahkan maslah
peperangan ini kepada keputusan Al-Qur'an. Ali mengetahui bahwa itu hanya tipu
muslihat, dan menyurus tentaranya untuk terus bertempur. Namun, sebagian dari
pengikut Ali menghendaki perdamaian dan menerima ajakan Mu'awiyah. Ali menampik
tawaran itu karena Ali mengatahui bahwa Mu'aawiyah, Amar ibn Ash, Ibnu Abi
Sarh, dan Ibnu Maslamah adalah tokoh-tokoh politik yang pandai memperdayakan
lawan. Sebagian besar pengikut Ali mengancam Ali apabila tidak mau ber-Tahkim,
sehingga Ali terpaksa menerima tahkim dan menyuruh komandannya Al-Asytar
an-Nakha'i menghentikan perang. Mu'awiyah menunjuk Amar bin Ash menjadi hakam
dan pengikut-pengikut Ali menunjuk Abu Musa Ash'ari tanpa persetujuan Ali untuk
menjadi hakam. Pada bulan Safar 37 H, kedua hakam bersepakat untuk mengadakan
perundingan di Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan tahun itu juga
Setelah
selesai urusan tahkim, Ali kembali ke Kufah beserta para tentaranya. Sebagian
tentara ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan tahkim. Sesampainya di
Kufah Ali masuk ke dalam kota, sedangkan 12 tentaranya pergi berlindung di
Harura dan menyusun barisan. Mereka itulah yang disebut dengan khawarij.
Setelah
dekat masa bertemu dua hakam untuk mempertimbangkan penyelesaian peperangan
antara Ali dan mu'awiyah, Ali bermaksud untuk mengutus Abu Musa al-Asy'ari,
datanglah Markua Ibn Zuhair as-Sa'di dan Zur'ah ibn Al-Burj ath-Tha-i. Mereka
mengatakan kepada Ali La Hukma Illa
Lillah (Tidak ada hukum melainkan
bagi Allah). Harkus berkata: "Bertaubatlah
wahai tuan Ali dari kesalahan, dan kembalilah dari apa yang tuan kehendaki,
serta pergilah bersama kami menentang musuh hingga kita menemui Tuhan kita.
Ali menjawab: "Memang aku telah
berkehendak demikian, lalu kamu tidak mau mengikuti dan sekarang antara kita
dan lawan-lawan kita ada perjanjian yang harus kita penuhi".
Ketika
Ali mengutus Abu Musa untuk melaksanakan musyawarah, berkumpullah kelompok
Khawarij di rumah Abdullah ibn Wahab ar-Rasibi. Mereka mengajak untuk
bersam-sama menentang perundingan dan pergi memisahkan diri. Akhirnya Abdullah
ibn Wahab ar-Rasibi diangkat sebagai pemimpin mereka. Kemudian mereka berkumpul
di rumah Syareh ibn Aufa al-Abasi. Mereka sepakat untuk pergi sendiri-sendiri
ke Nahrawan dan menulis surat kepada teman-teman mereka dari penduduk Basrah
untuk bergabung bersama mereka.
Ali
menulis surat k epada kaum Khawarij untuk membujuk dan menyadarkan mereka,
serta kembali bergabung dengannnya untuk bersama-sama menuju Syria atau pulang
ke kampung masing-masing. Sebagian memenuhi anjuran Ali tetapi sebagian justru
semakin menentang dan melakukan pemberontakan. Bahkan utusan damai dari Ali,
yaitu Al-Harits ibn Murrah tewas dibunuh mereka. Mereka menyerang pasukan Ali
tanggal 9 Shafar 38 H. yang dikenal dengan perang Nahrawan. Sebagian besar
pemimpin mereka terbunuh, hanya beberapa yang selamat. Sejak pertempuran
Nahrawan, kelompok khawarij terpencar dibeberapa daerah dan semakin kejam dan
radikal. Ali sendiri menjadi korban kekejaman mereka. Mereka berpendapat Ali
dan Mu'awiyah telah merusak umat Islam. Seseorang berkata: " Demi Allah, Amar ibn Ash tidaklah lebih baik
dari mereka berdua, dialah pokok pangkal kerusakan ini". Tiga orang
sepakat masing-masing untuk membunuh seorang pada malam yang sudah ditentukan,
yaitu tanggal 21 Ranadhan 40 H. Abdurrahman ibn Muljam akan membunuh Ali dan ia
pergi ke Kufah, Ia meminta bantuan Syabib al-Asyja'i. Mereka berhasil membunuh
Ali ketika beliau hendak pergi sembahyang.
3.
Doktrin-doktrin Pokoknya
Seperti
yang telah kita ketahui, bahwa Khawarij memiliki pemikiran dan sikap yang
ekstrem, keras, radikal, dan kejam. Misalnya, mereka mengkafirkan Ali bin Abi
Thalib karena tahkim dengan kelompok mu'awiyah, padahal mereka sendiri yang menyarankan untuk bertahkim. Selain Ali
r.a yang dikafirkan oleh Khawarij, mereka juga mengkafirkan Utsman r.a,
Mu'awiyah, Amar ibn Ash, Abu Musa, dll. Untuk mendukung pandangan mereka dalam
aspek politik ataupun teologi, mereka menggunakan ayat-yat Al-Qur'an. Padahal
pemahaman mereka terhadap ayat-ayat Al-Qur'an sangat dangkal dan picik.
Diantara
kebanyakan khawarij berpendapat bahwa:
1)
Wajib berontak terhadap kepala negara yang maksiat, walaupun berontak itu berjumlah
kecil. Alasan inilah yang menyebabkan
terjadinya pemberontakan secara berulang-ulang, baik pada masa pemerintahan Ali
ataupun sesudahnya. Setiap pemberontakan yang gagal, maka akan timbul kembali
pemberontakan berikutnya. Pemberontakan terjadi terus menerus hingga Zaid
menguasai Kufah pada tahun 50 H Zaid berhasil menghancurkan golongan Khawarij.
2)
Akidah yang dianut golongan Khawarij adalah akidah Khilafah atau kepemimpinan
negara tertinggi bukanlah hak orang-orang tertentu, tetapi harus diadakan pemilihan
umum oleh umat islam.
3)
Mereka berpendapat bahwa mengerjakan shalat, berpuasa, berhaji dan ibadah yang
lain, serta menjauhi segala yang dilarang adalah bagian dari iman. Orang yang
tidak melaksanakan ibadah dan tidak menjauhi larangan, tidak dinamakan mukmin,
namun dinamakan fasik.
Dengan tafsiran konvensional, hukum bagi
mereka yang menjadi kafir (murtad) adalah dibunuh. Dengan demikian golongan
Khawarij menghalalkan darah Ali dan Mu'awiyah untuk dibunuh.
4. Perkembangan, Tokoh dan Sekte (Firqahnya)
Golongan
Khawarij tetap dalam satu kesatuan sampai mereka meninggalkan Abdullah ibn
Zubair. Sebagian pergi ke Bashrah, dan sebagian pergi ke Yamamah. Golongan yang
berada di bashrah dipimpin oleh Nafi' ibn Al-Azraq al-Hanafi. Golongan ini
terhitung sebagai golongan yang kuat dan memiliki jumlah anggota yang banyak.
Pendapat-pendapat dari Nafi' banyak dipertentangkan oleh Najdah ibn Amir dan
Abdullah ibn Abi Ibad at-Tamimi, akhirnya keduanya memisahkan diri dari Nafi'
ibn Al-Azraq. Dari situlah awal perpecahan golongan Khawarij menjadi beberapa
sekte, diantara yang terkenal adalah:
1) Golongan Azariqah
Golongan ini adalah para pengikut Nafi'
ibn Al-Azraq. Mereka dapat menguasai wilayah Ahwaz dan sekitarnya. Seluruh
pegawai Abdullah ibn Zubair diusir mereka, dan mengambil pajak, mempengaruhi
dan menarik penduduk untuk ikut kedalam golongan mereka.
Nafi' tinggal di Bashrah untuk
menentukan sikap terhadap penduduk yang enggan membantunya, dan ia mengeluarkan
hukum-hukum sebagai berikut
-
Semua penduduk yang tidak membantu gerakan mereka apalagi yang menentang mereka
dianggap musyrik.
-
Daerah penduduk yang tidak menyetujui paham mereka dipandang Darus Syirki.
Haram mengadakan hunbungan baik dengan mereka, haram bermukim ditengah-tengah
mereka, haram berbesanan dengan mereka, tidak boleh belajar ilmu agama dari
merka, boleh membunuh mereka, dll.
-
Tidak boleh memelihara diri dalam bermuamalah dengan penduduk daerah itu,
karena Allah telah mencela orang-orang yang karena takut lalu nenelihara diri.
-
Para pezina muhshan boleh tidak dirajam, karena nash hanya menyuruh setiap
pezina dicambuk saja.
Nafi' terbunuh dalam peperangan Daulah
yang dilancarkan oleh penduduk Bashrah. Kemudian ia digantikan oleh Ubaidullah
ibnAl-Mahuz. Kemudian Al-Muhallaf ibn Abi Shufrah kembali melakukan gempuran
terhadap Azariqah dan berhasil mengusir mereka dari Bashrah ke Ahwaz. Disana
Ibnu mahuz tewas dan digantikan oleh Az-Zubair ibn Ali, ia juga terbunuh.
Setelah itu diangkatlah Qathari ibn Al-Fuja'ah, mereka semakin dibenci masyarakat
karena seringnya menumpahkan darah manusia. Hingga akhirnya golongan Azariqah
dapat dihancurkan pada tahun 77 H
oleh Al-Muhallaf.
2) Golongan Najdah
Khawarij Yamamah pada mulanya bergerak
dibawah pimpinan Abu Thalut Al-Bakri sesudah mereka berpisah dari Ibnu Zubair
Ketika najdah berpisah dengan Nafi' tahun 66H dan pergi ke Yamamah, Khawarij
Yamamah memecat Thalut kemudian mengangkat Najdah. Golongan ini dinamakan
Najdah sesuai dengan nama pemimpinnya.
Golongan Najdah berpendapat bahwa
berdusta lebih jahat dari pezina, tetap mengerjakan dosa kecil merupakan
syirik, mengerjakan dosa besar tidak terus menerus bukan merupakan syirik, dan
bahwa darah ahlul ahdi adzdzimmah di dalam darut taqiyah halal ditumpahkan.
Najdah memaafkan anaknya dan
tentara-tentaranya yang menawan para wanita dan melampiaskan nafsunya, serta
merampas harta rakyat yang dianggap sebagai harta rampasan perang dan dimakan
sebelum dibagikan. Mereka beralasan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa yang
demikian tidak diperbolehkan.
Golongan Najdah tumbuh subur di Yaman,
Thaif, Amman, Bahrain, Wadi Tammin, dan Amir. Diwaktu Najdah dipecat, ia
disuruh menunjuk penggantinya dan ia menunjuk Abu Fudaik. Tidak lama kemudian
pecah menjadi tiga partai,
-
Pertama, tetap bersama Abu Fudaik. Adalah golongan yang memberontak Najdah dan
pada tahun 72 H membunuhnya, kemudian tahun 73 H golongan ini dihancurkan oleh
Abdul Malik ibn Marwan di Bahrain.
-
Kedua, Golongan yang mengikuti Athiyah ibn Al-Aswad dan pergi bersamanya ke
Sijistan. Diantara pengikut Athiyah, adalah Abdul Karim ibn Ajrad yang
kepadanyalah dinisbatkan golongan Ajridah. Mereka membolehkan kita menikahi
cucu perempuan dari anak perempuan dan anak perempuan dari anak-anak saudara
lelaki dan saudara-saudara perempuan denagn alasan bahwa mereka itu tidak
disebut didalam Al-Qur'an.
-
Ketiga, golongan yang memaafkan Najdah dan tetap mengikutinya serta mengakui
kekuasaannya sesudah Najdah meninggal. Merekalah yang disebut golongan Najdah
3) Golongan Ibadiyah.
Golongan Ibadiyah memiliki prinsip
bahwa, orang yang mengerjakan dosa besar , tetap dipandang orang yang
meng-Esakan Allah, tetapi tidak dinamakan mukmin lantaran tidak menyempurnakan
makna iman dan tidak dinamakan musyrik karena pada mereka ada dasar tauhid.
Mereka disebut kufur nikmat, bukan kafir millah. Mereka mengatakan terhadap
anak-anak musyrikin, bahwa mereka itu boleh dibunuh. namun demikian mereka
masuk ke surga atas dasar limpahan karunia Allah.
Negara yang menyalahi mereka dinamakan
negara tauhid, terkecuali tempat perkemahan tentara. karenanya boleh saling
menikahi, saling mewarisi, haram membunuh mereka secara gelap, tetapi boleh
secara terang-terangan. Dan wajib memberitahukan kepada mereka bahwa mereka
akan diperangi. Dan harta rampasan perang haram diambil mereka, kecuali senjata
saja yang boleh diambil. Emas dan perak harus dikembalikan kepada pemiliknya.
Golongan Ibadiyah adalah golongan paling
moderat pendiriannya dan lebih dekat kepada jamaah islamiyah yang lainnya.
Lantaran itulah hingga sekarang mereka dapat hidup tentram, karena tidak
membuat pertentangan terhadap penguasa. Mereka sekarang berada di Hadramaut,
Ammman, Zanzibar dan selatan Al-Jazair. pemimpin mereka Abdullah Ibn Ibad,
meninggal dalam masa pemerintahan Abdul malik ibn Marwan.
4)
Golongan Shaffariyah
Adalah pengikut-pengikut Abdullah ibn
Saffar. Mereka disebut demikian karena wajah mereka pucat lantaran banyak
beribadah diwaktu malam. Mereka menyalahi golongan-golongan yang telah lalu
dalam beberapa urusan, diantaranya:
- Orang yang mengerjakan dosa besar yang
tidak dikenakan hukuman had seperti tidak mengerjakan shalat, dipandang kafir.
Orang yang mengerjakan dosa besar yang dihukum had seperti zina, mencuri, tidak
boleh dikatakan kafir hanya dikatakan pezina, pencuri, dan sebagainya. Mereka
menyetujui paham Azariqah terhadap orang-orang yang mengerjakan dosa besar yang
tidak dihukum had dan menyalahi golongan Az-Zariqah tentang hukuman yang
mempunyai had.
- Orang yang tidak turut bertempur
bersama mereka tidak dikafirkan asalkan sependirian dalam bidang akidah. Dan
memelihara diri dari bencana dengan jalan menyembunyikan akidah, boleh
dilakukan dalam hal-hal yang berpautan dengan ucapan tetapi tidak boleh dalam
hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Dan mereka tidak membolehkan
pembunuhan terhadap anak-anak kecil, sedangkan pezina yang muhshan harus
dirajam.