Pemikiran Kalam Khawarij dalam ilmu Kalam

 Pemikiran Kalam Khawarij

1. Pengertian dan Penisbatannya

Al-Khawarij adalah bentuk jama' dari khariji (yang keluar). Nama khawarij diberikan kepada golongan yang keluar dari jama'ah Ali di waktu Ali menerima tahkim dari Mu'awiyah dalam pertempuran Shiffin. Mereka dinamakan juga Syura, karena mereka menganggap diri mereka telah mereka jual kepada Allah. Dan disebut juga Haruriyah karena mereka pergi berlindung ke suatu kota kecil dekat Kufah yang bernama Harura. Mereka juga disebut sebagai Muhakkimah, karena selalu menggunakan semboyan La Hukma Illa Lillah. 

Secara historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Fatawa, Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.”  

2. Latar Belakang Kemunculannya

Perang Shiffin yang terjadi antara golongan pendukung Ali bin Abi Thalib dengan golongan Mu'awiyah bin Abi Sufyan di lembah Saffain, melatar belakangi munculnya kelompok Khawarij. Tahun 37 H Gubernur Syiria, Mu'awiyah memberontak pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Latar belakang pemberontakan terjadi karena pemecatan Mu'awiyah sebagai gubernur dan menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan. Kematian Utsman disebabkan oleh kelompok Qura' dalam sengketa tanah di wilayah Sasaniah Kufah.

Sebelum peperangan meletus, Ali mengutus Jarir ibn Abdillah al-Bajuli untuk berunding dengan Mu'awiyah. Namun, perundingan tersebut tidak berhasil mencegah terjadinya perang, karena tuntutan Mu'awiyah terlalu berat untuk dipenuhi Ali. Mereka menuntut dua hal, yang pertama ektradisi dan penghukuman bagi pelaku pembunuhan Amir al-Mu'minin Utsman bin Afan, yang kedua adalah pengunduran diri Ali dari jabatan khalifah kemudian dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah yang baru.

Untuk kedua kalinya Ali mengirim kembali juru runding yang terdiri dari Syabats ibn'Aibi al-Yarbu'i at-Tamimi, 'Ali ibn Hatim at-Tha'i, Yazid ibn Qais al-Arhabi, dan Ziyad ibn Khasafah at-Taimi, untuk berubding denan Mu'awiyah, tetapi perundinganpun gagal.

Ketika kubu Mu'awiyah di ambang kekalahan, Mu'awiyah menyuruh tentaranya supaya mengangkat Mushaf atas ujung lembing dan meminta agar menyerahkan maslah peperangan ini kepada keputusan Al-Qur'an. Ali mengetahui bahwa itu hanya tipu muslihat, dan menyurus tentaranya untuk terus bertempur. Namun, sebagian dari pengikut Ali menghendaki perdamaian dan menerima ajakan Mu'awiyah. Ali menampik tawaran itu karena Ali mengatahui bahwa Mu'aawiyah, Amar ibn Ash, Ibnu Abi Sarh, dan Ibnu Maslamah adalah tokoh-tokoh politik yang pandai memperdayakan lawan. Sebagian besar pengikut Ali mengancam Ali apabila tidak mau ber-Tahkim, sehingga Ali terpaksa menerima tahkim dan menyuruh komandannya Al-Asytar an-Nakha'i menghentikan perang. Mu'awiyah menunjuk Amar bin Ash menjadi hakam dan pengikut-pengikut Ali menunjuk Abu Musa Ash'ari tanpa persetujuan Ali untuk menjadi hakam. Pada bulan Safar 37 H, kedua hakam bersepakat untuk mengadakan perundingan di Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan tahun itu juga

Setelah selesai urusan tahkim, Ali kembali ke Kufah beserta para tentaranya. Sebagian tentara ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan tahkim. Sesampainya di Kufah Ali masuk ke dalam kota, sedangkan 12 tentaranya pergi berlindung di Harura dan menyusun barisan. Mereka itulah yang disebut dengan khawarij.

Setelah dekat masa bertemu dua hakam untuk mempertimbangkan penyelesaian peperangan antara Ali dan mu'awiyah, Ali bermaksud untuk mengutus Abu Musa al-Asy'ari, datanglah Markua Ibn Zuhair as-Sa'di dan Zur'ah ibn Al-Burj ath-Tha-i. Mereka mengatakan kepada Ali La Hukma Illa Lillah (Tidak  ada hukum melainkan bagi Allah). Harkus berkata: "Bertaubatlah wahai tuan Ali dari kesalahan, dan kembalilah dari apa yang tuan kehendaki, serta pergilah bersama kami menentang musuh hingga kita menemui Tuhan kita. Ali menjawab: "Memang aku telah berkehendak demikian, lalu kamu tidak mau mengikuti dan sekarang antara kita dan lawan-lawan kita ada perjanjian yang harus kita penuhi".

Ketika Ali mengutus Abu Musa untuk melaksanakan musyawarah, berkumpullah kelompok Khawarij di rumah Abdullah ibn Wahab ar-Rasibi. Mereka mengajak untuk bersam-sama menentang perundingan dan pergi memisahkan diri. Akhirnya Abdullah ibn Wahab ar-Rasibi diangkat sebagai pemimpin mereka. Kemudian mereka berkumpul di rumah Syareh ibn Aufa al-Abasi. Mereka sepakat untuk pergi sendiri-sendiri ke Nahrawan dan menulis surat kepada teman-teman mereka dari penduduk Basrah untuk bergabung bersama mereka.

Ali menulis surat k epada kaum Khawarij untuk membujuk dan menyadarkan mereka, serta kembali bergabung dengannnya untuk bersama-sama menuju Syria atau pulang ke kampung masing-masing. Sebagian memenuhi anjuran Ali tetapi sebagian justru semakin menentang dan melakukan pemberontakan. Bahkan utusan damai dari Ali, yaitu Al-Harits ibn Murrah tewas dibunuh mereka. Mereka menyerang pasukan Ali tanggal 9 Shafar 38 H. yang dikenal dengan perang Nahrawan. Sebagian besar pemimpin mereka terbunuh, hanya beberapa yang selamat. Sejak pertempuran Nahrawan, kelompok khawarij terpencar dibeberapa daerah dan semakin kejam dan radikal. Ali sendiri menjadi korban kekejaman mereka. Mereka berpendapat Ali dan Mu'awiyah telah merusak umat Islam. Seseorang berkata: " Demi Allah, Amar ibn Ash tidaklah lebih baik dari mereka berdua, dialah pokok pangkal kerusakan ini". Tiga orang sepakat masing-masing untuk membunuh seorang pada malam yang sudah ditentukan, yaitu tanggal 21 Ranadhan 40 H. Abdurrahman ibn Muljam akan membunuh Ali dan ia pergi ke Kufah, Ia meminta bantuan Syabib al-Asyja'i. Mereka berhasil membunuh Ali ketika beliau hendak pergi sembahyang. 

3. Doktrin-doktrin Pokoknya

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Khawarij memiliki pemikiran dan sikap yang ekstrem, keras, radikal, dan kejam. Misalnya, mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib karena tahkim dengan kelompok mu'awiyah, padahal mereka sendiri  yang menyarankan untuk bertahkim. Selain Ali r.a yang dikafirkan oleh Khawarij, mereka juga mengkafirkan Utsman r.a, Mu'awiyah, Amar ibn Ash, Abu Musa, dll. Untuk mendukung pandangan mereka dalam aspek politik ataupun teologi, mereka menggunakan ayat-yat Al-Qur'an. Padahal pemahaman mereka terhadap ayat-ayat Al-Qur'an sangat dangkal dan picik.

Diantara kebanyakan khawarij berpendapat bahwa:

1) Wajib berontak terhadap kepala negara yang maksiat, walaupun berontak itu berjumlah kecil. Alasan inilah yang menyebabkan terjadinya pemberontakan secara berulang-ulang, baik pada masa pemerintahan Ali ataupun sesudahnya. Setiap pemberontakan yang gagal, maka akan timbul kembali pemberontakan berikutnya. Pemberontakan terjadi terus menerus hingga Zaid menguasai Kufah pada tahun 50 H Zaid berhasil menghancurkan golongan Khawarij.

2) Akidah yang dianut golongan Khawarij adalah akidah Khilafah atau kepemimpinan negara tertinggi bukanlah hak orang-orang tertentu, tetapi harus diadakan pemilihan umum oleh umat islam.

3) Mereka berpendapat bahwa mengerjakan shalat, berpuasa, berhaji dan ibadah yang lain, serta menjauhi segala yang dilarang adalah bagian dari iman. Orang yang tidak melaksanakan ibadah dan tidak menjauhi larangan, tidak dinamakan mukmin, namun dinamakan fasik.

Dengan tafsiran konvensional, hukum bagi mereka yang menjadi kafir (murtad) adalah dibunuh. Dengan demikian golongan Khawarij menghalalkan darah Ali dan Mu'awiyah untuk dibunuh.

 4. Perkembangan, Tokoh dan Sekte (Firqahnya)

Golongan Khawarij tetap dalam satu kesatuan sampai mereka meninggalkan Abdullah ibn Zubair. Sebagian pergi ke Bashrah, dan sebagian pergi ke Yamamah. Golongan yang berada di bashrah dipimpin oleh Nafi' ibn Al-Azraq al-Hanafi. Golongan ini terhitung sebagai golongan yang kuat dan memiliki jumlah anggota yang banyak. Pendapat-pendapat dari Nafi' banyak dipertentangkan oleh Najdah ibn Amir dan Abdullah ibn Abi Ibad at-Tamimi, akhirnya keduanya memisahkan diri dari Nafi' ibn Al-Azraq. Dari situlah awal perpecahan golongan Khawarij menjadi beberapa sekte, diantara yang terkenal adalah:

1) Golongan Azariqah

Golongan ini adalah para pengikut Nafi' ibn Al-Azraq. Mereka dapat menguasai wilayah Ahwaz dan sekitarnya. Seluruh pegawai Abdullah ibn Zubair diusir mereka, dan mengambil pajak, mempengaruhi dan menarik penduduk untuk ikut kedalam golongan mereka.

Nafi' tinggal di Bashrah untuk menentukan sikap terhadap penduduk yang enggan membantunya, dan ia mengeluarkan hukum-hukum sebagai berikut

- Semua penduduk yang tidak membantu gerakan mereka apalagi yang menentang mereka dianggap musyrik.

- Daerah penduduk yang tidak menyetujui paham mereka dipandang Darus Syirki. Haram mengadakan hunbungan baik dengan mereka, haram bermukim ditengah-tengah mereka, haram berbesanan dengan mereka, tidak boleh belajar ilmu agama dari merka, boleh membunuh mereka, dll.

- Tidak boleh memelihara diri dalam bermuamalah dengan penduduk daerah itu, karena Allah telah mencela orang-orang yang karena takut lalu nenelihara diri.

- Para pezina muhshan boleh tidak dirajam, karena nash hanya menyuruh setiap pezina dicambuk saja.

Nafi' terbunuh dalam peperangan Daulah yang dilancarkan oleh penduduk Bashrah. Kemudian ia digantikan oleh Ubaidullah ibnAl-Mahuz. Kemudian Al-Muhallaf ibn Abi Shufrah kembali melakukan gempuran terhadap Azariqah dan berhasil mengusir mereka dari Bashrah ke Ahwaz. Disana Ibnu mahuz tewas dan digantikan oleh Az-Zubair ibn Ali, ia juga terbunuh. Setelah itu diangkatlah Qathari ibn Al-Fuja'ah, mereka semakin dibenci masyarakat karena seringnya menumpahkan darah manusia. Hingga akhirnya golongan Azariqah dapat dihancurkan pada tahun 77 H oleh Al-Muhallaf.

2) Golongan Najdah

Khawarij Yamamah pada mulanya bergerak dibawah pimpinan Abu Thalut Al-Bakri sesudah mereka berpisah dari Ibnu Zubair Ketika najdah berpisah dengan Nafi' tahun 66H dan pergi ke Yamamah, Khawarij Yamamah memecat Thalut kemudian mengangkat Najdah. Golongan ini dinamakan Najdah sesuai dengan nama pemimpinnya.

Golongan Najdah berpendapat bahwa berdusta lebih jahat dari pezina, tetap mengerjakan dosa kecil merupakan syirik, mengerjakan dosa besar tidak terus menerus bukan merupakan syirik, dan bahwa darah ahlul ahdi adzdzimmah di dalam darut taqiyah halal ditumpahkan.

Najdah memaafkan anaknya dan tentara-tentaranya yang menawan para wanita dan melampiaskan nafsunya, serta merampas harta rakyat yang dianggap sebagai harta rampasan perang dan dimakan sebelum dibagikan. Mereka beralasan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa yang demikian tidak diperbolehkan.

Golongan Najdah tumbuh subur di Yaman, Thaif, Amman, Bahrain, Wadi Tammin, dan Amir. Diwaktu Najdah dipecat, ia disuruh menunjuk penggantinya dan ia menunjuk Abu Fudaik. Tidak lama kemudian pecah menjadi tiga partai,

- Pertama, tetap bersama Abu Fudaik. Adalah golongan yang memberontak Najdah dan pada tahun 72 H membunuhnya, kemudian tahun 73 H golongan ini dihancurkan oleh Abdul Malik ibn Marwan di Bahrain.   

- Kedua, Golongan yang mengikuti Athiyah ibn Al-Aswad dan pergi bersamanya ke Sijistan. Diantara pengikut Athiyah, adalah Abdul Karim ibn Ajrad yang kepadanyalah dinisbatkan golongan Ajridah. Mereka membolehkan kita menikahi cucu perempuan dari anak perempuan dan anak perempuan dari anak-anak saudara lelaki dan saudara-saudara perempuan denagn alasan bahwa mereka itu tidak disebut didalam Al-Qur'an.

- Ketiga, golongan yang memaafkan Najdah dan tetap mengikutinya serta mengakui kekuasaannya sesudah Najdah meninggal. Merekalah yang disebut golongan Najdah

3) Golongan Ibadiyah.

Golongan Ibadiyah memiliki prinsip bahwa, orang yang mengerjakan dosa besar , tetap dipandang orang yang meng-Esakan Allah, tetapi tidak dinamakan mukmin lantaran tidak menyempurnakan makna iman dan tidak dinamakan musyrik karena pada mereka ada dasar tauhid. Mereka disebut kufur nikmat, bukan kafir millah. Mereka mengatakan terhadap anak-anak musyrikin, bahwa mereka itu boleh dibunuh. namun demikian mereka masuk ke surga atas dasar limpahan karunia Allah.

Negara yang menyalahi mereka dinamakan negara tauhid, terkecuali tempat perkemahan tentara. karenanya boleh saling menikahi, saling mewarisi, haram membunuh mereka secara gelap, tetapi boleh secara terang-terangan. Dan wajib memberitahukan kepada mereka bahwa mereka akan diperangi. Dan harta rampasan perang haram diambil mereka, kecuali senjata saja yang boleh diambil. Emas dan perak harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Golongan Ibadiyah adalah golongan paling moderat pendiriannya dan lebih dekat kepada jamaah islamiyah yang lainnya. Lantaran itulah hingga sekarang mereka dapat hidup tentram, karena tidak membuat pertentangan terhadap penguasa. Mereka sekarang berada di Hadramaut, Ammman, Zanzibar dan selatan Al-Jazair. pemimpin mereka Abdullah Ibn Ibad, meninggal dalam masa pemerintahan Abdul malik ibn Marwan.

4) Golongan Shaffariyah

Adalah pengikut-pengikut Abdullah ibn Saffar. Mereka disebut demikian karena wajah mereka pucat lantaran banyak beribadah diwaktu malam. Mereka menyalahi golongan-golongan yang telah lalu dalam beberapa urusan, diantaranya:

- Orang yang mengerjakan dosa besar yang tidak dikenakan hukuman had seperti tidak mengerjakan shalat, dipandang kafir. Orang yang mengerjakan dosa besar yang dihukum had seperti zina, mencuri, tidak boleh dikatakan kafir hanya dikatakan pezina, pencuri, dan sebagainya. Mereka menyetujui paham Azariqah terhadap orang-orang yang mengerjakan dosa besar yang tidak dihukum had dan menyalahi golongan Az-Zariqah tentang hukuman yang mempunyai had.

- Orang yang tidak turut bertempur bersama mereka tidak dikafirkan asalkan sependirian dalam bidang akidah. Dan memelihara diri dari bencana dengan jalan menyembunyikan akidah, boleh dilakukan dalam hal-hal yang berpautan dengan ucapan tetapi tidak boleh dalam hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Dan mereka tidak membolehkan pembunuhan terhadap anak-anak kecil, sedangkan pezina yang muhshan harus dirajam.

FIQIH SALAT: Macam-macam salat Sunnah dan tata caranya

 Shalat Sunnat / Nawafil

Shalat sunnat disebut juga tathawwu’ , yaitu segala shalat yang tidak dihukum dosa jika seseorang sengaja meninggalkannya dan mendapat pahala jika melaksanakannya. Rasulullah SAW mengerjakan shalat sunnat sebagai upaya untuk selalu dekat dengan Allah SWT. Shalat sunnat bermacam-macam, ada yang dilaksanakan secara berjama’ah dan ada yang dilaksanakan sendiri.

Disyari’atkan untuk melaksanakan shalat sunnat sebagai anjuran untuk menambal kekurangan yang mungkin terdapat pada shalat fardlu. Shalat sunnat memiliki keutamaan disbanding ibadah lain, terlebih jika dikerjakan di rumah. Nabi bersabda, dari Zaid bin Tsabit r.a “Wahai sekalian manusia, shalatlah di rumahmu, karena sesungguhnya seutama-utama shalat seseorang itu ialah shalat yang dilakukan di rumahnya, kecuali shalat fardlu”. (H.R Bukhari dan Muslim)

1. Shalat Sunnat yang Dikerjakan Tidak Berjama’ah

a. Shalat Sunnat Rawatib

Adalah shalat sunnat yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat fardlu. Jika dikerjakan sebelum shalat fardlu disebut Qabliyah dan jika dikerjakan setelah shalat fardlu disebut Ba’diyah. Shalat sunnat rawatib terdiri dari:

- Dua raka’at sebelum shalat subuh

Dari ‘Aisyah r.a bahwasannya Nabi SAW telah bersabda: “Dua raka’at fajar (shalat sunnat sebelum shalat subuh) itu lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (H.R Muslim)

Dari Anas r.a Nabi SAW bersabda: “Siapa saja diwaktu pagi-pagi hari jum’at sebelum shalat subuh membaca: Astahfirullahalladzii Laa Ilaaha Illa Huwal Hayyul Qayyumu Wa Atubu Ilaihi” tiga kali, maka Allah akan mengampunkan dosanya walaupun dosanya seperti sebanyak buih laut”.

- Dua rakaat sebelum dzuhur

Darin Ibnu ‘Umar r.a ia berkata: Pernah saya shalat bersama Rasulullah SAW dua raka’at sebelum dzuhur dan dua raka’at sesudahnya dan dua raka’at sesudah Jum’at dan dua raka’at sesudah ‘isya. (H.R Bukhari dan Muslim)

- Dua atau empat rakaat sesudah dzuhur

- Dua atau empat raka’at sebelum ‘ashar

“Telah bersabda Rasulullah SAW: “Allah memberi rahmat kepada seseorang yang mengerjakan shalat sunnat sebelum’ashar empat rakaat”. (H.R Ahmad, Abu Dawud, dan Turmudzi)

- Dua raka’at sesudah maghrib

Dari Ibnu Mas’ud, berkata: “Saya tidak dapat menghitung betapa seringnya mendengar Rasulullah SAW membaca dalam kedua raka’at shalat sunnat sesudah shalat maghrib dan kedua raka’at sunnat sebelum fajar, membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas” (H.R Ibnu Majah dan Turmudzi menganggap sebagai hadits hasan)

- Dua raka’at sebelum ‘isya

- Dua raka’at sesudah ‘isya

Dari Ummu Habibah binti Abu Sufyan bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa shalat sehari semalam dua belas raka’at, maka dibangunlah baginya sebuah rumah di Surga, yaitu empat raka’at sebelum dzuhur dan dua raka’at sesudah dzuhur, dua raka’at sesudah maghrib, dua raka’at sesudah isya dan dua raka’at sebelum shalat subuh”. (H.R Turmuzi, dan ia menyatakan bahwa hadits ini hasan dan shahih serta diriwayatkan oleh Muslim dengan singkat)

b. Shalat Sunnat Wudlu

Adalah shalat sunnat dua raka’at yang dikerjakan setelah selesai wudlu. Dari Abu Hurairah r.a, berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal bin Rabbah: “Hai Bilal ceritakanlah kepadaku, amal apakah yang telah kau lakukan yang terbaik di dalam Islam, karena saya telah mendengar suara sandalmu di depanku di sorga?”. Jawab Bilal: “Tiada ada sesuatu amal yang sangat saya harapkan di dalam Islam, selain jika saya selesai berwudlu”, baik diwaktu malam atau siang, maka saya pergunakan sembahyang sekuat saya”. (H.R Bukhari dan Muslim)

c. Shalat Sunnat Dluha

Adalah shalat sunnat yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik. Kurang lebih tujuh hasta hingga matahari tergelincir, dan disunnatkan pada waktu matahari agak tinggi dan panas agak terik.

Dari Zaid bin Arqam r.a, berkata: “Nabi SAW keluar menuju tempat Ahli Qubaa. Di kala itu mereka sedang mengerjakan shalat dluha. Beliau lalu bersabda: “Inilah shalat orang-orang yang kembali kepada Allah, yakni di waktu anak-anak unta telah bangkit karena kepanasan waktu dluha”. (H.R Ahmad dan Muslim) 

Shalat dluha dapat dikerjakan dua raka’at hingga dua belas raka’at. Aisyah r.a berkata: “Rasulullah SAW biasa melaksanakan shalat dluha empat raka’at, dan kadang-kadang melebihi dari itu sekehendak Allah”. (H.R Muslim).

Shalat sunnat dluha memiliki banyak keutamaan. Selain sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah juga dapat melancarkan rizqi, jika dikerjakan secara rutin setiap hari. Rasulullah bersabda:

Shalat dluha itu mendatangkan rizqi dan menolak kefakiran (kemiskinan), dan tidak ada yang akan memelihara shalat dluha kecuali hanya orang-orang yang bertaubat”.

 اللّهم ا قض حاحتي واتني ماا تيت عبا د ك ا لصا لحين   

 

Ya Allah, penuhilah hajat keperluanku, dan berilah aku sepertivyang telah Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shaleh-shaleh”.

 

d. Shalat Sunnat Tahiyyatul Masjid

Ialah shalat sunnat dua raka’at yang dikerjakan ketika memasuki masjid. Shalat tersebut bermaksud untuk menghormati masjid, dikerjakan sebelum duduk. Orang yang masuk masjid pada saat khutbah jum’at, hendaknya mengerjakan shalat tahiyyatul masjid secara ringan agar dapat mendengarkan khutbah.  Dari Abu Qatadah, Rasulullah bersabda: “Jika salah seorang  diantara kamu masuk ke masjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua raka’at dahulu”. (H.R Bukhari dan Muslim)

اللَّهُمَّ  افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِك  

“Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat dan restu-Mu” (Do’a masuk Masjid)

e. Shalat Sunnat Tahajjud

Adalah shalat sunnat yang dikerjakan di malam hari, sedikitnya dua raka’at dan banyaknya tidak terbatas. Waktunya setelah shalat ‘isya sampai terbit fajar, dikerjakan setelah tidur terlebih dahulu meskipun sebentar. Waktu yang utama adalah sepertiga malam terakhir,kira-kira jam satu hingga tiba waktu subuh.

Dasar shalat tahajjud adalah sesuai yang difirmankan Allah SWT: “Hendaknya engkau gunakan sebagian waktu malam itu untuk shalat tahajjud, sebagai shalat sunnat untuk dirimu, mudah-mudahan Tuhan akan membangkitkan engkau dengan kedudukan yang baik”. (Q.S Bani Israil:79)

Shalat tahajjud memiliki banyak keutamaan, karena dapat mendekatkan diri kepada Allah. Nabi bersabda: “Sedekat-dekat hamba kepada Allah ialah pada tengah malam yang terakhir. Maka jikalau engkau dapat  termasuk golongan orang yang dzikir kepada Allah pada saat itu, maka usahakanlan”. (H.R Al-Hakim)

Seseorang yang hendak melaksanakan shalat malam, disunatkan di waktu akan tidur, ia hendaknya berniat untuk shalat tahajud. Dalam melaksanakan shalat tahajjud dianjurkan mengajak keluarganya ikut bersama-sama mengerjakannya.

f. Shalat Sunnat Hajat

Adalah shalat sunnat dua raka’at sampai dua belas raka’at yang dikerjakan karena mempunyai hajat agar diperkenankan hajatnya oleh Allah SWT. Allah sendiri yang memerintahkan hambanya untuk mengerjakan shalat hajat. “Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, karena sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Q.S Al-Baqarah:153)

Bermohonlah kepada Allah SWT dengan rendah hati dan hati yang murni, sebagaimana firman-Nya. “Hendaklah engkau berdo’a kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan dengan hati yang murni (dan tersembunyi), karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Q.S Al-A’raf:55)

Cara mengerjakan shalat hajat

Dari Abdullah bin Abi Aufa r.a berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW: ‘Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah, atau berhajat kepada salah seorang dari pada Bani Adam (manusia), maka hendaklah: 1) Berwudlu dan baguskanlah wudlunya itu, 2)Lalu Shalatlah (shalat hajat) dua raka’at, 3) Kemudian memuji Allah, 4) Lalu membaca shalawat atas nabi SAW, 5) lalu membaca do’a:

لا الّه ا لا اللَّهُ الحليم الكريم سبحا ن اللَّهُ رب العش العطيم  الحمد اللَّه  رب العا لمين ا سلك مو  حبا ت ر حمتك وعر يم    معفر تك  و ا لعنيمة من كل  بروالسلا مة من كل ا ثم لا تد ع لى  د نبا ا لا عفرته ولا هم  الا فر حته ولا حا حة هى لك ر ضا ا لا قضيتها يا ا رحم الرا  حمين

Artinya: “Tidak ada Tuhan melainkan Allah yang maha penyantun dan pemurah. Maha suci Allah, Tuhan pemelihara ‘Arsy yang Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Kepada-Mu-lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan pada tiap-tiap kebaikan dan selamat dari tiap-tiap dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa daripada diriku, melainkan Engkau ampuni dan tidak ada sesuatu kepentingan melainkan Engkau beri jalan keluar dan tidak pula sesuatu hajat mendapat kerelaan-Mu melainkan Engkau kabulkan. Wahai Tuhan yang paling Pengasih dan Penyayang”. (H.R Turmudzi dan Ibnu Aufa)  

Setelah itu, bersujud dengan menyampaikan hajat yang dimaksudkan dan perbanyak membaca “Laa ilaaha Illa Anta Subhaanaka Inni Kuntu Minadzdzaa Limiin”, artinya: Tidak ada Tuhan melainkan Engkau ya Allah, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku ini adalah dari golongan yang aniaya. Selain bacaan tersebut, perbanyak istighfar dan membaca shalawat. Shalat hajat dapat dikerjakan semalam atau sampai tujuh malam, tergantung urgensi hajat insya Allah hajat akan terkabul.

g. Shalat  Sunnat Istikharah

Adalah shalat sunnat dua raka’at untuk memohon kepada Allah SWT ketentuan pilihan yang lebih baik diantara dua hal atau lebih yang belum dapat ditentukan baik buruknya. Keragu-raguan atas suatu pilihan dapat diberikan petunjuk dari Allah dengan mengerjakan shalat istikharah. 

Tetapi perlu diperhatikan bahwa shalat istikharah bukan berarti mencari mimpi, melainkan mengharapkan barakah dan ridha Allah SWT. Shalat istikharah lebih utama dikerjakan pada malam hari, seperti mengerjakan tahajud.

Hukum shalat istikharah adalah sunnah mu’akad bagi yang sedang mengharapkan petunjuk. Nabi bersabda, “Tidak akan kecewa bagi orang yang melaksanakan shalat istikharah, dan tidak akan menyesal bagi orang yang suka bermusyawarah dan tidak akan kekurangan bagi orang yang sukaberhemat”. (H.R Tabrani)

Shalat istikharah dapat dikerjakan berulang kali hingga memperoleh isyarat dan petunjuk bagi yang melaksanakannya. Isyarat tersebut cepat atau tidaknya diperoleh tergantung kekhusya’an dalam melaksanakan. Isyarat yang datang lebih kepada kemantapan hati, meskipun tidak menutup kemungkinan melalui mimpi atau isyarat lain sebagai suatu petunjuk

h. Shalat Sunnat Mutlaq

Adala shalat sunnat yang boleh dikerjakan kapan saja, kecuali waktu yang terlarang untuk mengerjakan shalat sunnat. Jumlah raka’atnya tidak terbatas. Rasulullah SAW bersabda: “Shalat itu adalah sesuatu perkara yang terbaik, dimana dan kapan saja, banyak atau sedikit”. (H.R Ibnu Majah)

Waktu-waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat sunnat.

-  Sesudah shalat subuh sampai terbit matahari.

-  Ketika terbit matahari sampai sempurna dan naik setinggi tombak/lembing

-  Apabila matahari persis di kepala kita (waktu istiwa), kecuali hari jum’at ketika orang masuk masjid, kemudian mengerjakan shalat tahiyatul masjid.

-  Setelah shalat ashar sampai terbenam matahari

-  Ketika matahari sedang terbenam, sampai sempurna terbernamnya.

 

i. Shalat Sunnat Awwabin

Adalah shalat sunnat setelah shalat maghrib, sebanyak dua, empat, atau enam raka’at. Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW telah bersabda ; "Siapa yang bersembahyang enam rakaat sesudah Maghrib tiada diselang antaranya dengan sesuatu bicara niscaya samalah pahalanya dengan ibadah dua belas tahun”. (H.R Ibnu Majah, Ibn Khuzaimah dan At-Turmuzi)

Cara melaksanakan shalat sunnat awwabin

أصَلِّي سُنَّةَ حِفْظِ الِإيْمَانِ مَعَ الأَوَّابِينَ رَكَعَتَيْنِ لِلهِ تَعالىَ

Pada dua raka’at pertama setelah membaca Al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat Al-Ikhlas (X6), surat Al-Falaq dan An-Nas masing-masing satu kali. Untuk dua raka’at berikutnya setelah membaca Al-Fatihah dilanjutkan dengan surat yang sesua kehendak masing-masing. Untuk dua raka’at terakhir setelah membaca Al-Fatihah dilanjutkan dengan surat Al-Kafirun pada raka’at pertama, dan Al-Ikhlas pada raka’at kedua

j. Shalat Sunnat Tasbih

Adalah yang sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada  pamannya sayyidina Abbas ibn Muthalib. Disebut shalat tasbih karena di dalamnya dibacakan tasbih berjumlah 300 kali dalam empat raka’at.

Rasulullah bersabda: "Bersuci itu sebagian dari iman, dan ucapan Alhamdulillah dapat memenuhi daun timbangan. Subhanallah Walhamdulillah dapat memenuhi kedua daun timbangan itu, atau memenuhi apa yang terdapat diantara langit dan bumi". (H.R Bukhari dan Muslim)

 

 

 

Cara mengerjakan shalat tasbih:

Shalat tasbih bisa dikerjakan tiap malam, atau seminggu sekali, sebulan sekali, atau setahun sekali. Jika dekerjakan pada siang hari, hendaklah dikerjakan empat raka’at dengan satu salam. Jika dikerjakan malam hari, hendaknya empat rakaat dijadikan dua salam.

-  Berdiri lurus menghadap kiblat dan mengucapkan lafazh niat.

-  Selesai membaca do'a iftitah dilanjutkan membaca surat Al-Fatihah dan Surat AL-Qur'an. Sebelum ruku' membaca tasbih 15 kali.  

اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ سُبْحَانَ   

Artinya: "Maha suci Allah, segala puji bagi Allah dan tidak ada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar".

-  Ruku' dan membaca tasbih sebanyak 10 kali

-  Setelah membaca tahmid i'tidal, dilanjutkan membaca tasbih 10 kali.

-  Sujud dengan bacaan sujud, dilanjutkan membaca tasbih 10 kali.

- Setelah selesai membaca do'a pada duduk diantara dua sujud, kemudian membaca tasbih 10 kali.

-  Sujud kembali, dilanjutkan membaca 10 kali tasbih. Sebelum berdiri, terlebih dahulu duduk istirahah dan membaca tasbih 10 kali.\par

Shalat tasbih mempunyai fadhilah yang luar biasa, yaitu shalat tasbih dapat mengampunkan segala macam dosa. Baik yang telah lalu ataupun yang baru, yang sengaja atau tidak disengaja, yang tersembunyi atau yang terang terangan. Bagi yang mampu mengerjakan tiap hari, maka kerjakanlah atau sekurang-kurangnya sekali seumur hidup

 

k. Shalat Sunnat Taubat

Adalah shalat yang disunatkan karena seseorang telah melakukan atau merasa berbuat dosa, lalu b ertaubat kepada Allah SWT. Bertaubat berarti mengakui perbuatan, menyesali, dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, dengan disertai permohonan ampun secara sungguh-sungguh kepada Allah SWT. Jumlah raka’at shalat taubat bisa 2, 4, atau 6 raka’at.

Nabi bersabda, “Setiap orang yang pernah berbuat dosa, kemudian segera bergerak dan berwudlu, kemudian shalat lalu memohon ampunan dari Allah, pasti Allah akan memberikan ampunan baginya……. (H.R Abu Dawud, Nas’I, Ibnu Majah, dan Baihaqi).

Setelah selesai shalat taubat, sangat lebih baik jika memperbanyak istighfar dan membaca do’a:

أَللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَإِلهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّه لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

‘Ya Allah, Engkaulah Tuhan kami, tiada Tuhan melainkan Engkau yang telah menciptakan aku, dan akulah Hamba-Mu. Dan akupun dalam ketentuan serta janji-Mu sedapat mungkin aku lakukan. Aku berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan yang telah aku kerjakan, aku mengakui nikmat-Mu yang Engkau limpahkan kepadaku, dan aku mengakui dosaku, karena itu berilah ampunan kepadaku, sebab tidak ada yang dapat member pengampunan, kecuali hanya Engkau sendiri. Aku mohon perlindungan dari segala kejahatan apa yang kulakukan”.

 

 

2. Shalat Sunnat yang Disunatkan Berjama’ah

a. Shalat Tarawih dan Shalat Witir

1) Shalat Sunnat Tarawih

Adalah shalat malam yang dikerjakan pada bulan Ramadhan. Shalat sunnat tarawih dikerjakan setelah shalat 'isya hingga waktu fajar, bisa dikerjakan sendiri-sendiri tetapi lebih utama  berjama'ah.

Jumlah raka’at shalat tarawih terdapat beberapa pendapat, diantaranya adalah Dari Aisyah r.a : “ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah shalat malam di bulan Ramadhan atau selainnya lebih dari sebelas raka'at". (H.R Bukhari dan Muslim)

Telah terdapat dalil yang shahih bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat tarawih, Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari ditunjuk sebagai imam. Ketika itu mereka melakukan shalat tarawih sebanyak 21 raka’at. Mereka membaca dalam shalat tersebut ratusan ayat dan shalatnya berakhir ketika mendekati waktu shubuh. (Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razaq no. 7730, Ibnul Ja’di no. 2926, Al Baihaqi 2/496. Sanad hadits ini shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/416)

Cara mengerjakan

Tiap dua raka'at diakhiri dengan salam. setelah selesai tarawih biasanya dilanjutkan dengan shalat witir, sekurang-kurangnya satu raka'at. Surat yang dibaca setelah Al-Fatihah pada raka'at pertama dilanjutkan dengan surat yang dikehendaki, atau bisa dimulai dari surat At-Takasur sampai dengan surat Al-Lahab. Pada raka'at kedua setelah Al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat Al-Ikhlas.

2) Shalat Sunnat Witir

Adalah shalat sunnat yang sangat diutamakan.

Dari 'Ali r.a berkata: "Shalat Witir itu bukan wajib sebagaimana shalat lima waktu, tetapi Rasulullah SAW telah mencontohkannya dan bersabda: "Sesungguhnya Allah itu witir (Esa) dan suka kepada witir, maka shalat witirlah wahai ahli qur'an". (H.R Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Bilangan raka'at shalat witir adalah ganjil. Minimal satu raka'at hingga sebelas raka'at, dengan cara dua rakaat salam dan ditambah satu raka'at salam, atau sekaligus satu kali salam. Waktu shalat witis dimulai setelah shalat 'Isya hingga waktu fajar, tetapi lebih utama dikerjakan diakhir waktu sebagai shalat penutup.

Dari Ibnu 'Umar r.a berkata: Bersabda Nabi SAW: "Jadikan akhir shalatmu waktu malam ialah witir" (H.R Bukhari dan Muslim)

Hadits Nabi SAW:

"Siapa saja yang merasa tidak akan sanggup bangun pada akhir malam, baiklah shalat witir pada permulaan malam, tetapi siapa yang merasa sanggup bangun pada akhir malam, baiklah berwitir pada akhir malam itu, sebab shalat pada akhir malam itu dihadiri (disaksikan oleh para Malaikat) dan itulah yang lebih utama". (H.R Ahmad, Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah)

b. Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha

Shalat hari raya 'Idul fitri dikerjakan pada tanggal 1 Syawal, dan shalat 'Idul Adha dikerjakan pada tanggal 10 Dzulhijjah. Waktu shalat 'Id adalah setelah terbit matahari hingga tergelincir matahari, diutamakan dikerjakan secara berjama'ah. Hukum shalat 'Id adalah sunnat muakkad, bagi pria atau wanita, muslim, mukmin, ataupun musafir. Dapat dikerjakan di Masjid ataupun di tempat yang lapang.

Cara mengerjakan

- Pada rakaat pertama: Niat shalat sunnat 'Id  pada saat takbiratul ihram. Kemudian membaca do'a iftitah, lalu takbir tujuh kali. Setiap habis takbir disunnatkan membaca tasbih: "Subhana Allah Walhamdu Lillah Walaa Ilaaha Illa Allah Wa Allahu Akbar" . Setelah takbir tujuh kali dilanjutkan membaca surat Al-Fatihah kemudian membaca surat/ayat Al-Qur'an.

- Pada raka'at kedua, seteleh berdiri  untuk raka'at kedua dilanjutkan bertakbir sebanyak lima kali, setiap selesai takbir disunatkan membaca tasbih. Kemudian membaca surat AL-Fatihah dan surat/ ayat Al-Qur'an.

- Shalat dikerjakan dua raka'at sebagaimana shalat-shalat yang lain

- Khutbah dilakukan sesudah shalat 'Id. Khutbah pertama dengan membaca sembilan kali takbir, dan khutbah kedua dengan tujuh kali takbir berturut-turut.

- Hendaknya dalam khutbah 'Idul Fitri berisi penjelasan tentang zakat fitrah, dan pada khutbah 'Idul Adha berisi penjelasan tentang ibadah haji dan hukum berkurban.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam shalat 'Id

1) Disunnatkan mandi sebelum mengerjakan shalat, berhias dengan pakaian yang baik dan memakai wewangian.

2) Disunnatkan makan sebelum shalat 'Idul Fitri dan tidak makan sebelum shalat 'Idul Adha.

3) Berangkat shalat dan pulang dengan mengambil jalan yang berbeda\par

4) Disunnatkan memperbanyak takbir

c. Shalat Gerhana Bulan (Khusuf) dan Gerhana Matahari (Kusuf)

Adalah shalat sunnat yang dikerjakan ketika terjadi gerhana bulan ataupun matahari. Kedua gerhana tersebut merupakan tanda kebesaran Allah SWT, maka apabila kita melihat gerhana-gerhana tersebut hendaknya kita melakukan shalat sampai habis masa gerhana, dan memperbanyak taubat. Shalat sunnat gerhana sedikitnya dikerjakan dua raka'at.

Tatacara mengerjakan shalat gerhana

- Takbir disertai niat shalat gerhana.

Lafazh niat shalat sunnat gerhana bulan; " Ushalli Sunnatal Khusuufi Rak'ataini Lillahi Ta'aala"

Lafazh niat shalat sunnat gerhana matahari: "Ushalli Sunnatal Kusuufi Rak'ataini Lillahi Ta'aalaa".

- Setelah takbir, dilanjutkan membaca surat Al-Fatihah kemudian ruku', berdiri kembali kemudian membaca fatihah dan surat kemudian ruku' lagi, kemudian i'tidal lalu sujud dua kali. (Satu Raka'at).

- Dilanjutkan Raka'at kedua sama dengan raka'at pertama. (Dalam satu raka'at terdiri dari 4 kali membaca Al-Fatihah, 4 kali Ruku', dan 4 kali sujud)

- Bacaan pada shalat gerhana bulan hendaknya dikeraskan, sedangkan pada gerhana matahari tidak perlu keras.

- Setelah selesai shalat gerhana, disunnatkan berkhutbah memberi nasihat kepada umum, tentang kepentingan kejadian alam ciptaan Allah.

d. Shalat Istisqa’ (Meminta Hujan)

Adalah shalat sunnat yang dikerjakan ketika kita berhajat air, karena kemarau panjang sehingga manusia, hewan, dan tumbuhan  kekurangan air. Kekeringan panjang, dimungkinkan karena siksa Tuhan atas kekufuran manusia, atau karena ujian keimanan umat-Nya.

Cara mengarjakan shalat Istisqa'

- Berdo'a sendiri atau bersama orang banyak untuk meminta hujan.

- Berdo'a dalam khutbah Jum'at.

- Melaksanakan shalat dua raka'at dengan dua khutbah.

- Berpuasa empat hari berturut-turut, dan hari keempat dalam keadaan  berpuasa pergi ke anah lapang beramai-ramai.

- Sesudah shalat dilanjutkan dengan khutbah, diawali istighfar. pada khutbah pertama dengan sembilan kali istighfar, dan khutbah kedua denan tujuh kali istighfar.

- Khotib disunatkan memakai selendang.

- Isi khutbah adalah anjuran bertaubat dan memperbanyak istighfar, berserah diri kepada Allah SWT, dan yakin bajhwa Allah akan mengabulkan do'a kita.

- Mengangkat tangan lebih tinggi ketika berdo'a.

- Pada khutbah kedua sewaktu berdiri, khatib menghadap kiblat membelakangi ma'mum dan berdo'a bersama dengan suara lemah penuh permohonan.

- Ketika khatib menghadap kiblat, hendaknya merubah letak selendang dengan berlawanan.

Do'a yang dibaca:

"Allahummas Qinal Ghitsa Walaa Taj'alnaa Minal Qaanithiin".

Artinya: "Ya Allah tumpahkanlah hujan kepada kami dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang berputus asa".

Pemikiran Kalam Khawarij dalam ilmu Kalam

 Pemikiran Kalam Khawarij 1. Pengertian dan Penisbatannya A l-Khawarij adalah bentuk jama' dari khariji (yang keluar). Nama khawarij d...